fbpx

Padang, Unidha, 10 Januari 2025 – Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan dinamis, perumpamaan tentang ‘samurai yang belajar bertahun-tahun hanya untuk dikalahkan oleh seseorang yang membeli pistol dalam 10 menit’ sangat relevan untuk menggambarkan realitas pendidikan hari ini. Analogi ini mencerminkan ketimpangan antara investasi waktu dan usaha yang dihabiskan untuk memperoleh pengetahuan mendalam dibandingkan dengan kemudahan akses terhadap solusi instan yang bisa mengalahkan hasil dari pembelajaran yang panjang. Bagaimana perumpamaan ini mencerminkan sistem pendidikan kita? Apakah ini menandakan kekurangan dari metode pendidikan tradisional, atau sekadar mencerminkan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat modern?

Pendidikan tradisional sering dianalogikan seperti pelatihan seorang samurai yang disiplin, di mana seseorang perlu berlatih selama bertahun-tahun untuk menguasai keterampilan tertentu. Dalam konteks pendidikan, ini berarti dedikasi bertahun-tahun dalam mengejar ilmu, mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Pada akhirnya, harapan dari sistem ini adalah menciptakan individu yang tidak hanya ahli dalam bidangnya, tetapi juga memiliki karakter, etika, dan nilai-nilai moral yang kuat.

Namun, di dunia yang bergerak semakin cepat, investasi waktu yang besar dalam pendidikan sering kali dipertanyakan. Dengan perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, seseorang dapat mengakses informasi dan keterampilan baru dengan cepat melalui internet, kursus online, atau bahkan video tutorial di YouTube. Hasilnya adalah munculnya ‘ahli’ instan yang dapat memperoleh keterampilan dalam hitungan jam atau hari, dibandingkan dengan bertahun-tahun pendidikan formal yang sering kali dianggap lambat dan tidak efisien.

Sebaliknya, ‘pistol’ dalam analogi ini adalah simbol dari teknologi modern dan pendekatan pragmatis yang berfokus pada hasil instan. Kemajuan dalam teknologi digital telah menciptakan dunia di mana akses terhadap pengetahuan sangat mudah dan cepat. Dengan adanya platform seperti Google, Coursera, Udemy, bahkan AI dan sejenisnya, seseorang bisa belajar coding, desain grafis, atau bahkan ilmu data dalam waktu yang relatif singkat. Dengan teknologi ini, siapapun bisa dengan cepat menguasai keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di dunia kerja tanpa harus menjalani proses pendidikan yang panjang dan kompleks.

Namun, kemudahan akses ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang esensi dari pendidikan itu sendiri. Apakah pendidikan hanya tentang menguasai keterampilan praktis, atau ada elemen lain yang lebih esensial seperti pembentukan karakter, pemahaman mendalam, dan kemampuan kritis? Di sinilah terjadi pergeseran paradigma: dari pendidikan sebagai proses jangka panjang yang mendalam menjadi pendidikan yang berorientasi pada hasil instan dan cepat.

Perumpamaan ini menggarisbawahi beberapa tantangan kritis yang dihadapi oleh sistem pendidikan saat ini. Pertama, sistem pendidikan tradisional seringkali lambat beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berubah. Lulusan yang telah belajar selama bertahun-tahun di perguruan tinggi mungkin mendapati bahwa keterampilan yang mereka pelajari sudah usang ketika mereka memasuki dunia kerja. Ini memunculkan pertanyaan: apakah sistem pendidikan kita mempersiapkan generasi muda untuk masa depan, atau hanya mengajarkan keterampilan yang tidak lagi relevan?

Kedua, pendidikan tradisional mendorong pemahaman yang mendalam dan keterampilan berpikir kritis, namun dunia modern sering kali lebih menghargai keterampilan praktis yang bisa didapatkan dengan cepat. Ini menciptakan paradoks antara nilai dari pendidikan jangka panjang yang mendalam dan tuntutan dunia kerja yang lebih menghargai hasil instan. Seperti halnya seorang samurai yang tidak hanya belajar keterampilan bertarung tetapi juga etika, pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga membentuk karakter dan moral. Dalam dunia yang serba cepat ini, apakah kita masih memiliki waktu dan ruang untuk pendidikan yang holistik? Ataukah kita hanya fokus pada pelatihan keterampilan teknis yang dapat diukur dan dinilai secara langsung?

Menghadapi kenyataan ini, sistem pendidikan perlu bertransformasi agar tetap relevan di era digital. Sistem pendidikan harus lebih fokus pada keterampilan yang langsung dapat diterapkan di dunia kerja. Ini berarti kurikulum perlu diperbarui secara berkala untuk memasukkan keterampilan baru seperti pemrograman, analitik data, manajemen proyek, dan literasi digital. Pendidikan harus menggabungkan pendekatan tradisional dengan teknologi modern. Blended learning, di mana pembelajaran tatap muka dikombinasikan dengan pembelajaran online, memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri, sekaligus memberikan fleksibilitas dalam metode pengajaran. Meskipun keterampilan teknis penting, pendidikan juga harus fokus pada pengembangan karakter dan etika. Ini bisa melalui pendidikan moral, pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan kerja tim dan tanggung jawab sosial, serta kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pengembangan soft skills.

Era di mana pendidikan selesai setelah lulus dari perguruan tinggi telah berlalu. Konsep ‘lifelong learning‘ menjadi sangat penting di dunia modern. Mahasiswa dan alumni perlu didorong untuk terus belajar, memperbarui keterampilan, dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan kerja. Mungkin inilah yang disampaikan oleh pepatah arab, Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat, Prinsip ini menekankan bahwa pembelajaran tidak pernah berhenti dan harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari

Perumpamaan tentang samurai dan pistol mencerminkan pergeseran nilai dalam masyarakat kita. Pendidikan tradisional yang mendalam masih memiliki tempat yang penting, terutama dalam hal pembentukan karakter, pemahaman kritis, dan etika. Namun, di dunia yang semakin pragmatis dan berorientasi pada hasil instan, sistem pendidikan juga harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman.

Pada akhirnya, mungkin kita memerlukan keseimbangan antara menjadi seperti samurai yang disiplin dan seseorang yang mampu memanfaatkan teknologi modern secara efektif. Pendidikan yang ideal bukan hanya tentang menguasai keterampilan teknis atau memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana seseorang dapat beradaptasi, belajar sepanjang hayat, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Peran institusi pendidikan di masa depan adalah menjadi katalis bagi kedua pendekatan ini, memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya memiliki ‘pistol’ keterampilan instan, tetapi juga jiwa seorang ‘samurai’ yang bijaksana dan penuh integritas (irs).

Kepala Humas Universitas Dharma Andalas

Butuh Informasi ? Chat Aja yaa.